Ibarat mainan baru, teknologi tiga dimensi (3D) membuat orang kesengsem. Hampir semua informasi mengenai produk elektronik berbau 3D kini diburu. Tengok saja pada pergelaran tahunan Consumer Electronics Show 2011 di Las Vegas lalu. Stan yang menampilkan teknologi ini diserbu pengunjung.
Para produsen elektronik, seperti Sony, Panasonic, dan Fuji, mencium gurihnya pasar 3D. Kini mereka berlomba menghadirkan teknologi baru ini. Salah satu produk elektronik 3D yang mengalami perkembangan pesat adalah kamera digital. Ya, kini merekam momen bahagia bisa seindah aslinya.
Tapi, boleh percaya boleh tidak, fotografi 3D sebenarnya sudah ada sejak 150 tahun lalu. Charles Wheatstone, pada 1838, mengemukakan bahwa manusia melihat dunia dalam tiga dimensi lantaran otak menerima dua gambar berbeda.
Tiap mata, yang terpisah sekitar 75 milimeter, melihat benda dari perspektif yang sedikit berbeda. Itu sebabnya, menurut Wheatstone, manusia bisa melihat dunia dalam tiga dimensi, yakni membedakan jarak dan kedalaman.
Pada saat bersamaan, Fox Talbot berhasil memindahkan pemandangan alam ke atas kertas melalui bantuan cahaya. Untuk membuktikan teorinya, Wheatstone menciptakan stereoscope, alat untuk melihat dua gambar sekaligus atau dikenal sebagai stereograph.
Dengan stereoscope, dua gambar yang berbeda menghasilkan gambar 3D. Pada era 1890-an, stereoscope sangat populer. Ada di hampir setiap rumah.
Tapi, pada 1900, kehadiran kamera Kodak Brownie membuat orang mulai meninggalkan stereoscope. Kodak Brownie dianggap lebih mudah digunakan. Meski begitu, apa yang dibuat Wheatstone menjadi cikal-bakal kamera 3D, yang kini menjadi tren memasuki Tahun Kelinci.
Beberapa produsen kamera sebenarnya sudah mulai memperkenalkan kamera dengan fitur 3D sejak tahun lalu. Sony, misalnya, tahun lalu meluncurkan kamera digital single-lens reflex atau DSLR Alpha NEX3 dan NEX5. Dua kamera ini melengkapi jajaran produk Sony berfitur 3D. Kamera lainnya adalah Alpha SLT A55, Alpha SLT A33, serta Cyber-shot TX5, W570, dan WX5.
"Saat ini hampir semua kamera Sony berfitur 3D," ujar Product Marketing PT Sony Indonesia Danu Sagoro melalui surat elektronik.
Menurut Danu, beberapa kamera Sony sudah dilengkapi fitur 3D Sweep Panorama, yakni mengambil foto 3D dengan lensa tunggal. Dia mengklaim Sony-lah yang pertama membuatnya. Soal prospek, Danu optimistis kamera 3D bakal diserap konsumen. Dia mencontohkan, selain kamera 3D, ada LCD dan LED TV 3D serta laptop.
"Kami yakni, ke depan, harga barang-barang itu akan turun dan makin dinikmati konsumen," ujar Danu. Network Product Manager PT Panasonic Gobel Indonesia Dharmaparayana Sthirabudhi sependapat dengan Danu. Menurut dia, konsumen kini punya banyak pilihan untuk menikmati produk 3D. Meski masih mahal, makin lama kian murah dan terjangkau.
Panasonic, kata Dharma, tak mau ketinggalan dalam menghadirkan kamera 3D. "Kamera 3D ini sebagai salah satu diferensiasi produk," ujarnya.
Para produsen elektronik, seperti Sony, Panasonic, dan Fuji, mencium gurihnya pasar 3D. Kini mereka berlomba menghadirkan teknologi baru ini. Salah satu produk elektronik 3D yang mengalami perkembangan pesat adalah kamera digital. Ya, kini merekam momen bahagia bisa seindah aslinya.
Tapi, boleh percaya boleh tidak, fotografi 3D sebenarnya sudah ada sejak 150 tahun lalu. Charles Wheatstone, pada 1838, mengemukakan bahwa manusia melihat dunia dalam tiga dimensi lantaran otak menerima dua gambar berbeda.
Tiap mata, yang terpisah sekitar 75 milimeter, melihat benda dari perspektif yang sedikit berbeda. Itu sebabnya, menurut Wheatstone, manusia bisa melihat dunia dalam tiga dimensi, yakni membedakan jarak dan kedalaman.
Pada saat bersamaan, Fox Talbot berhasil memindahkan pemandangan alam ke atas kertas melalui bantuan cahaya. Untuk membuktikan teorinya, Wheatstone menciptakan stereoscope, alat untuk melihat dua gambar sekaligus atau dikenal sebagai stereograph.
Dengan stereoscope, dua gambar yang berbeda menghasilkan gambar 3D. Pada era 1890-an, stereoscope sangat populer. Ada di hampir setiap rumah.
Tapi, pada 1900, kehadiran kamera Kodak Brownie membuat orang mulai meninggalkan stereoscope. Kodak Brownie dianggap lebih mudah digunakan. Meski begitu, apa yang dibuat Wheatstone menjadi cikal-bakal kamera 3D, yang kini menjadi tren memasuki Tahun Kelinci.
Beberapa produsen kamera sebenarnya sudah mulai memperkenalkan kamera dengan fitur 3D sejak tahun lalu. Sony, misalnya, tahun lalu meluncurkan kamera digital single-lens reflex atau DSLR Alpha NEX3 dan NEX5. Dua kamera ini melengkapi jajaran produk Sony berfitur 3D. Kamera lainnya adalah Alpha SLT A55, Alpha SLT A33, serta Cyber-shot TX5, W570, dan WX5.
"Saat ini hampir semua kamera Sony berfitur 3D," ujar Product Marketing PT Sony Indonesia Danu Sagoro melalui surat elektronik.
Menurut Danu, beberapa kamera Sony sudah dilengkapi fitur 3D Sweep Panorama, yakni mengambil foto 3D dengan lensa tunggal. Dia mengklaim Sony-lah yang pertama membuatnya. Soal prospek, Danu optimistis kamera 3D bakal diserap konsumen. Dia mencontohkan, selain kamera 3D, ada LCD dan LED TV 3D serta laptop.
"Kami yakni, ke depan, harga barang-barang itu akan turun dan makin dinikmati konsumen," ujar Danu. Network Product Manager PT Panasonic Gobel Indonesia Dharmaparayana Sthirabudhi sependapat dengan Danu. Menurut dia, konsumen kini punya banyak pilihan untuk menikmati produk 3D. Meski masih mahal, makin lama kian murah dan terjangkau.
Panasonic, kata Dharma, tak mau ketinggalan dalam menghadirkan kamera 3D. "Kamera 3D ini sebagai salah satu diferensiasi produk," ujarnya.